PESAWARAN Orasipubliknews.co.id – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Pekon Suka Maju, Kecamatan Kedondong, Tahun Anggaran 2025 yang mencapai Rp 932.792.000 menyimpulkan hasil praktik penggelembungan anggaran (mark-up) dan sejumlah kegiatan fiktif. Berbagai item kegiatan yang dinilai tidak masuk akal dan tidak sesuai kenyataan di lapangan, memicu kemarahan warga yang menuntut audit partisipatif.
Investigasi yang dilakukan tim Orasipubliknews.co.id Rabu, 19/11/2025, mengungkap kejanggalan anggaran berdasarkan penuturan warga dan penelusuran fakta di lokasi, menambah daftar panjang masalah pengelolaan dana desa di Kabupaten Pesawaran.
Berikut poin-poin anggaran yang oleh warga dianggap sebagai “anggaran siluman” beserta penjelasan kejanggalan yang ditemukan:
1. Pemeliharaan Rumah Adat (Rp 22.000.000)
Seorang warga, M (53), dengan suara lirih menyatakan keberatannya. “Anggaran adat budaya ini sangat kami pertanyakan karena desa kami bukan desa adat. Di mana ada rumah adat yang harus dipelihara dengan dana segitu?” katanya. Kegiatan ini diduga kuat fiktif karena tidak ada objek yang menjadi target pemeliharaan.
2. Pemeliharaan Sarana PAUD/TK/TPQ (Rp 46.847.000)
Pos anggaran ini disebutkan warga sebagai kegiatan yang tidak jelas peruntukannya. Sumber M juga mengungkapkan kejanggalan pada tahun sebelumnya. “Tahun kemarin, anggaran pembangunannya saja mencapai Rp 105 juta lebih, dan hasilnya tidak sesuai spesifikasi,” tambahnya. Hal ini mengindikasikan pola pengelolaan dana yang bermasalah pada sektor yang sama secara berulang.
3. Pembangunan Taman Bermain Anak (Rp 30.000.000)
Tim investigasi media di lokasi tidak menemukan adanya pembangunan atau rehabilitasi taman yang signifikan senilai Rp 30 juta. “Setahu kami, yang ada hanya taman bermain anak yang biasa saja, tidak ada yang istimewa,” jelas sumber M.
4. Pelatihan Kepemudaan (Rp 10.000.000)
Kegiatan pelatihan kepemudaan dianggarkan sebesar Rp 10 juta pada tahun 2024. Namun, warga mengaku tidak merasakan dampak maupun melihat implementasi dari pelatihan tersebut. “Kami merasa pelatihannya tidak jelas, baik pesertanya maupun materinya,” ungkap seorang pemuda yang enggan disebut namanya.
5. Penguatan Kapasitas Satlinmas (Rp 70.000.000)
Anggaran untuk Satlinmas (Perlindungan Masyarakat) menuai protes keras. Dengan dua pos anggaran senilai Rp 42 juta dan Rp 28 juta, total dana yang digelontorkan mencapai Rp 70 juta. “Kami merasa ini sangat tidak wajar. Linmas hanya bisa diberdayakan jika ada acara atau kegiatan desa, tidak perlu pelatihan dengan biaya semahal itu,” protes sumber M.
6. Peningkatan Produksi Peternakan (Rp 20.000.000)
Warga juga berpendapat anggaran untuk alat produksi peternakan sebesar Rp 20 juta. “Alat-alat itu belum pernah kami lihat sama sekali di desa kami. Kemana perginya dana itu?” tanya M.
Tidak hanya tahun 2024 dan 2025, warga juga membongkar pengelolaan dana pada tahun 2023, dimana desa mendapatkan anggaran sebesar Rp 864.283.000. “Kami juga memahami program lingkungan hidup Desa senilai Rp 115.000.000. Kami tidak tahu apa programnya sampai menghabiskan anggaran ratusan juta,” tandas sumber M.
Berdasarkan temuan di berbagai daerah, modus yang sering digunakan dalam penyimpangan dana desa antara lain:
· Mark-up Harga: Menggelembungkan harga barang atau jasa dari nilai wajar di pasaran.
· Kegiatan Fiktif: Membuat laporan untuk kegiatan yang sama sekali tidak dilaksanakan.
· Dokumen Palsu: Membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Potensi Nepotisme dan Konflik Kepentingan
Kejanggalan di Desa Suka Maju semakin menjadi dengan adanya informasi mengenai anak dari Kades Suka Maju, Ibrohim, yang menjabat sebagai Kaur (Kepala Urusan) di desa yang sama. Warga yang enggan disebut menyebut nama Wahyu sebagai anak Kades yang dimaksud.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, serta potensi nepotisme dan konflik kepentingan yang dapat memperparah praktik pengelolaan dana yang tidak sehat.
Tuntutan Masyarakat: Audit Transparan dengan Pelibatan Warga
Menyikapi temuan-temuan ini, masyarakat Suka Maju tidak tinggal diam. Mereka menuntut Inspektorat Kabupaten Pesawaran dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan.
“Kami berharap Inspektorat dan APH turun memeriksa secara transparan dan kami dari masyarakat dilibatkan dalam proses auditnya. Jangan hanya duduk di belakang meja, lihatlah kondisi nyata di lapangan,” demikian harapan yang disampaikan oleh perwakilan warga.
Mereka meminta proses audit tidak hanya melihat dokumen administratif, tetapi juga melakukan pemeriksaan fisik dan wawancara langsung dengan warga untuk memastikan setiap rupiah dari uang rakyat benar-benar digunakan untuk pembangunan yang nyata dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Suka Maju.
Tuntutan audit partisipatif ini sejalan dengan prinsip pengelolaan sumber daya alam dan keuangan desa yang efektif, dimana keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan diperlukan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas.
Hingga berita diterbitkan kepala desa suka maju tidak ada tanggapan, tim media menghubungi bendahara desa namun memberi informasi tentang Kades “Gk ada nomor wa dia bang skrang,pake hp jadul itu pun jarang aktip…”
Bang,pak kades nya gk pulang kesukamaju,mungkin dicimanuk,kalo gk abang besok datang aja bang ke balai desa,besok pak kades pasti masuk kerja…tambah penjelasan Bendahara Desa Suka Maju”.*
[Redaksi Orisipubliknews.co.id ]






