Dugaan Penyimpangan Anggaran Dana Desa TA 2023-2024 Di Desa Panjerejo hingga Ratusan Juta Rupiah

DAERAH, PRINGSEWU60 Dilihat

Pringsewu Orasipubliknews.co.id — Anggaran desa senilai total Rp 1,8 miliar lebih yang digelontorkan selama dua tahun terakhir ke Desa Panjerejo, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung, ternoda oleh sejumlah kejanggalan dan ketidaksesuaian yang mencolok antara data resmi dengan fakta di lapangan. Investigasi ini mengungkap dugaan kuat proyek fiktif, perencanaan asal-asalan, dan hilangnya uang rakyat yang seharusnya membawa kesejahteraan.

 

 

Pada Tahun Anggaran 2024, Pemerintah Desa Panjerejo mengucurkan dana fantastis sebesar Rp 52.195.000 untuk item anggaran “Rehabilitasi/Peningkatan Taman/Taman Bermain Anak Milik Desa”. Uraian pekerjaannya adalah “Penimbunan Dan Perataan Lapangan”.

 

Namun, kenyataannya, warga justru bingung.”Taman bermain?Di mana? Selama ini anak-anak mainnya di lapangan atau di pinggir jalan. Kalau ada taman yang dibangun, apalagi yang direhabilitasi, kami pasti tahu. Itu tidak ada,” tutur seorang Ibu Rumah Tangga di RT 03.

 

Tidak berhenti di situ, anggaran lain yang lebih besar, Rp 114.726.000, juga dihabiskan untuk “Pembangunan Sanggar Seni & Belajar Milik Desa”. Kembali, warga kesulitan menemukan bangunan megah senilai lebih dari seratus juta tersebut.

“Sanggar seni dan belajar?Kalau yang dimaksud balai desa, itu sudah ada dari dulu. Tapi khusus untuk perpustakaan atau taman baca anak, kami tidak pernah melihatnya dibangun,” ujar seorang pemuda setempat yang enggan disebut namanya.

 

Artinya, sedikitnya Rp 166 juta dana desa untuk dua proyek fisik yang seharusnya kasat mata, justru tidak dapat ditemukan bukti fisiknya oleh warga.

 

 

Masalah tidak hanya terjadi pada 2024. Pada TA 2023, sebuah program pelatihan pembuatan keset dari kain perca dengan anggaran Rp 5.130.000 mencantumkan kejanggalan administratif yang menggelikan. Satuan kegiatan tertulis “PAKET”, namun pada outputnya tertulis satuan “JERUK” untuk jumlah peserta. Ini mempertanyakan seriusnya perencanaan dan akurasi pelaporan.

 

Selain itu, program “Peningkatan Produksi Tanaman Pangan” justru direalisasikan menjadi “Bantuan Bibit Durian” senilai Rp 4.500.000. Padahal, durian bukanlah tanaman pangan pokok, sementara kebutuhan mendesak petani terhadap bibit padi unggul atau alat pertanian justru diabaikan.

 

 

Seorang pengamat kebijakan publik, yang enggan disebutkan namanya, menyoroti temuan ini dengan tegas.

“Data ini menunjukkan beberapa indikasi kuat,dari sekadar perencanaan yang buruk dan tidak partisipatif, hingga yang lebih serius seperti mark-up (penggelembungan biaya) atau bahkan fiktif. Membangun taman dan sanggar belajar adalah program yang kasat mata. Jika warga tidak melihatnya, maka pertanyaannya: ke mana dana Rp 166 juta lebih itu mengalir?” tegasnya.

 

Dia juga mempertanyakan pengadaan lampu tenaga surya yang berulang di dua tahun berturut-turut dengan total hampir Rp 40 juta, yang keberadaan dan perawatannya patut diusut.

 

 

Saat dikonfirmasi mengenai aktivitas penggalian, beberapa warga (inisial J dan S) memberikan penjelasan yang mengarah pada kegiatan perluasan pemakaman umum di area dusun 3. Disebutkan bahwa tanah hasil galian dibawa untuk perataan lapangan, dan ada inisiatif hibah tanah dari seorang warga, Pak R, untuk kepentingan pemakaman umum.

 

Pembangunan/Rehabilitasi Peningkatan Pemakaman Milik Desa /Situs Bersejarah Milik Desa/Petilasan 5 SATUAN Pemakaman Lahan Milik Desa Pembukaan Lahan Untuk Pemakaman Rp 62.523.000 yang di anggaran oleh pemerintah Desa Panjirejo TA 2023,namum kenyataannya Pak R menghibahkan tahan untuk makam dengan cara barter dengan seorang warga desa tersebut kepada Bpk R, sesuai luas tanahnya.

 

 

Namun, penjelasan ini sama sekali tidak mengonfirmasi adanya pembangunan taman bermain atau sanggar seni seperti yang tercantum dalam anggaran. Justru, hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa dana yang dicairkan untuk proyek ‘taman’ mungkin dialihkan atau digunakan untuk kegiatan lain yang tidak sesuai peruntukan anggarannya.

 

 

Ketidaksesuaian antara data anggaran dan realita di lapangan ini telah menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan warga. Mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Pemerintah Desa.

“Kami butuh bukti,bukan hanya daftar di atas kertas. Uang rakyat harus jelas wujudnya, apalagi jumlahnya miliaran. Jangan sampai hanya jadi mimpi di siang bolong bagi anak-anak yang butuh tempat bermain dan belajar,” tegas seorang tokoh pemuda desa.

 

Dengan temuan yang sangat janggal ini, bola kini sepenuhnya berada di pihak pengawas desa dan Pemerintah Kabupaten Pringsewu. Sebuah investigasi mendalam dan audit yang independen mutlak diperlukan untuk mengungkap kebenaran di balik laporan keuangan desa. Apakah anggaran miliaran rupiah itu telah membawa kesejahteraan yang nyata, atau justru menguap dalam dokumen-dokumen laporan fiktif yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya? Hanya tindakan tegas dan transparansi yang dapat memulihkan kepercayaan warga. (Red) *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *