Dugaan Mark-up dan Pengelolaan Fiktif Dana BUMDes Sunar Sukaraja, Rp 206 Juta Hangus dalam Proyek Puyuh Bermasalah

HEADLINE, PESAWARAN146 Dilihat

PESAWARAN Orisipubliknews.co.id – Pengelolaan dana penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) “Sunar” di Desa Sukaraja, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, dipertanyakan keras. Realisasi proyek peternakan burung puyuh senilai Rp 206.097.000 dari total anggaran penyertaan modal tahun 2025, diduga penuh ketidaktransparanan dan ketidaksesuaian fakta di lapangan yang merugikan keuangan desa.

Investigasi tim media mengungkap sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan potensi pemborosan, bahkan penggelapan anggaran. Ketua BUMDes Sunar, dalam keterangannya, mengklaim dana Rp 206 juta tersebut telah habis digunakan untuk membeli 4.000 ekor burung puyuh seharga Rp 38 juta dan empat unit kandang seharga total Rp 22 juta.

 

Kontroversi Jumlah dan Kematian Puyuh

Klaim BUMDes bahwa hanya 3.750 ekor puyuh yang ada di kandang karena 250 ekor belum dikirim, dibantah tegas oleh supplier. Anggi, dari Sub Bidang Agen Paksi Lampung, menyatakan bahwa yang dikirim adalah 4.000 ekor lebih.

Kami kemarin kirim sekitar 160 box dikali 25 ekor per box dengan total 4000 ekor burung puyuh. Itupun sudah kami lebihi. Tapi namanya dalam perjalanan banyak yang mati, maka di tempat BUMDES itu cuma ada sekitar 3500 ekor,” ujar Anggi via WhatsApp.

Pernyataan supplier ini mengungkap dua masalah sekaligus: pertama, adanya kematian massal puyuh yang signifikan (sekitar 500 ekor) yang tidak diantisipasi dalam perencanaan; dan kedua, ketidakakuratan laporan dari pengelola BUMDes yang menyembunyikan fakta kematian tersebut dengan alasan “belum dikirim”.

 

Indikasi Kuat Mark-up Anggaran

Kejanggalan utama terletak pada besarnya anggaran yang diklaim habis, yaitu Rp 206 juta. Sebuah sumber yang kompeten di bidang peternakan, yang enggan disebutkan namanya, memberikan analisis mengejutkan.

“Untuk estimasi tertinggi dari 4000 ekor burung puyuh, mulai dari kandang dan bangunan sudah siap produksi, paling banyak menghabiskan anggaran sebesar Rp 115.000.000. Jadi, dari anggaran sebesar Rp 206.097.000, diperkirakan negara dirugikan sebesar Rp 91.097.000,” jelas sumber tersebut.

Selisih hampir Rp 100 juta ini menjadi pertanyaan besar. Ke mana larinya sisa dana yang tidak terpakai untuk proyek puyuh ini?

 

Program Jagung Mangkir, Pengawasan Lemah

Ketidakjelasan tidak berhenti pada proyek puyuh. Sunar juga mengakui adanya program lain, yaitu penanaman jagung di lahan sewa PTPN seluas 3 hektar. Namun, program ini hingga kini mengambang dan tidak jelas realisasinya dengan alasan perizinan yang belum beres. Hal ini memunculkan tanda tanya besar atas keseriusan dan kapabilitas pengelola BUMDes.

Lemahnya pengawasan juga terlihat dari anggaran desa tahun 2024, dimana terdapat sejumlah pos pengeluaran besar seperti insentif RT/RW sebesar Rp 252 juta dan pemeliharaan gedung yang tidak menunjukkan perubahan signifikan, meski dana telah dikucurkan.

 

Kepala Desa Ogah Konfirmasi, Akuntabilitas Nol

Dalam upaya keberimbangan pemberitaan, tim media telah melakukan konfirmasi kepada Kepala Desa Sukaraja, Surawan, melalui pesan WhatsApp. Namun, meskipun pesan telah dibaca dan statusnya aktif, tidak ada tanggapan atau hak jawab yang diberikan hingga berita ini diterbitkan. Sikap tertutup ini semakin menguatkan dugaan lemahnya prinsip akuntabilitas dan transparansi di tingkat pemerintahan desa.

Dana Rp 206 juta adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan setiap rupiahnya. Masyarakat Desa Sukaraja berhak mendapatkan kejelasan atas dugaan penyelewengan yang tidak hanya merugikan keuangan desa, tetapi juga mengkhianati amanah untuk memajukan perekonomian desa. Tanpa pertanggungjawaban yang nyata, desa ini hanya akan menjadi contoh buruk dari kegagalan pengelolaan dana desa yang seharusnya membawa kesejahteraan.

[Redaksi Orisipubliknews.co.id .]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *