Jevi Hardi Sofyan Kakon Pardasuka Pringsewu Pangkas Tiga Jabatan Strategis, Pengawasan Dinas Kesbangpol Dipertanyakan

PRINGSEWU Orasipubliknews.co.id – Tata kelola pemerintahan dan kelembagaan masyarakat di Kabupaten Pringsewu diguncang praktik akumulasi jabatan yang dinilai menginjak-injak prinsip akuntabilitas dan checks and balances. Sorotan kini tertuju pada Jevi Hardi Sofyan, S.H., M.H., Kepala Desa Pardasuka, yang terbukti merangkap sebagai Ketua APDESI Kabupaten Pringsewu dan Ketua KNPI Kabupaten Pringsewu.

Fakta yang terungkap pada Kamis, 04 Desember 2025 ini bukanlah perkara remeh. Ini adalah preseden buruk yang menunjukkan lumpuhnya sistem deteksi dini konflik kepentingan di tingkat daerah. Dalam satu tubuh, Jevi Hardi Sofyan mengonsolidasikan tiga peran yang saling bertabrakan: sebagai pelaksana pemerintahan desa, sebagai pengawas sesama kepala desa (lewat APDESI), dan sebagai pemimpin organisasi pemuda yang seharusnya independen dan kritis (lewat KNPI).

 

· Sebagai Kepala Pekon (Desa) : Subjek pengawasan dan evaluasi kinerja.

· Sebagai Ketua APDESI: Berposisi mengawasi, membela, dan mengevaluasi kinerja dirinya sendiri dan rekan sesama kepala desa.

· Sebagai Ketua KNPI: Mengendalikan wadah yang idealnya menjadi kontrol sosial terhadap pemerintah, termasuk desa.

 

Publik dan pengamat tata kelola mempertanyakan keras praktik ini:

1. Bagaimana objektivitas pengawasan kinerja Desa (Kepala Pekon).

2. Di mana independensi KNPI untuk mengkritik kebijakan pemerintah jika pimpinannya justru bagian dari struktur birokrasi?

3. Apakah terjadi tumpang tindih penggunaan sumber daya dan fasilitas desa untuk kepentingan organisasi

 

Badai skandal ini justru diperkeruh oleh respons lamban dan tidak serius dari instansi berwenang.Dinas Kesbangpol Pringsewu, yang seharusnya menjadi garda depan koordinasi dan pengawasan kelembagaan, menunjukkan sikap apatis.

Saat dimintai konfirmasi via WhatsApp Kamis, 04/12/2025 Kepala Dinas Kesbangpol Pringsewu, Catur Agus Dewanto, S.P., hanya memberi respons verbal yang terkesan menghindar: “Siap trimakasih informasinya bisa di pelajari dulu.” Pernyataan lanjutan tentang pemantauan dari kejaksaan dan kepolisian dinilai sebagai pengalihan isu tanpa menjawab substansi pelanggaran kelembagaan yang mendasar.

 

Pertanyaan Kunci yang Menghantui Pemerintah Kabupaten Pringsewu:

1. Legalisasi: Atas dasar hukum dan persetujuan apa akumulasi tiga jabatan strategis ini diizinkan? Mana dokumen audit konflik kepentingannya?

2. Kelumpuhan Pengawasan: Apakah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Inspektorat, dan Kesbangpol selama ini abai atau memang tidak memiliki alat deteksi untuk potensi pelanggaran sistematis semacam ini?

3. Sikap Apatis: Apakah sikap diam dan jawaban mengambang pejabat terkait mencerminkan pembiaran atau bahkan perlindungan terhadap praktik bermasalah?

4. Prinsip Tata Kelola: Di mana komitmen Transparansi, Akuntabilitas, dan Good Governance yang menjadi ruh UU Desa dan peraturan organisasi kemasyarakatan?

 

Tuntutan Publik dan Jalan Kedepan Masayarakat Pringsewu yang Mendambakan Integritas menuntut :

· Penjelasan resmi dan transparan dari Bupati Pringsewu beserta jajarannya (Dinas PMD & Kesbangpol).

· Audit menyeluruh terhadap legalitas, proses perizinan, dan dampak dari akumulasi jabatan ini.

· Tindakan korektif tegas jika ditemukan pelanggaran, termasuk pembenahan sistem pengawasan untuk mencegah pengulangan.

· Kepastian tidak adanya penyalahgunaan aset dan anggaran desa untuk kepentingan organisasi lain.

Keheningan dan pembiaran pihak berwenang hanya akan memperdalam krisis kepercayaan dan menguatkan dugaan adanya kejanggalan terstruktur. Fenomena “gunung es” ini harus diusut tuntas, bukan dikubur dalam kesenyapan yang menyesatkan.

(Red) *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *